Urusan rumah tangga tak lagi menjadi ranah domestik, sebuah ranah yang selalu terpinggirkan. Ditengah usaha mengesampingkan ranah domestic ternyata wilayah ini menyimpan sebuah potensi yang dapat menjadi modal kekuasaan bagi siapa saja yang mengelolanya.
Kita ketahui bersama, urusan rumah tangga dalam konteks pembagian kerja dalam paham feminis apapun jatuh pada perempuan. Pandangan ini kemudian menempatkan kaum perempuan mengambil peran ekspresif yaitu peran pengentalan hubungan, dukungan emosional dan pembinaan kualitas keluarga. Para penganut pandangan ini juga menempatkan peran ini sebagai wilayah yang tidak produktif.
Berbeda konteks beda pula cara pandangannya. Urusan rumah tangga di wilayah dusun Klajuran, desa Sidokarto, kecamatan Godean, kabupaten Sleman menjadikan ranah domestik rumah tangga sebagai dasar gerakan menuju pengakuan publik. Hebatnya pula kunci gerakan ini secara kontinyu dipelihara oleh kaum perempuan. Para perempuan dusun Klajuran berhasil mengangkat dusun Klajuran pada kemajuan hanya dengan mengelola sampah rumah tangga. Bahkan kaum laki laki yang "menguasai" lembaga formal seperti kepala dusun, LKMD mengakui keberhasilan ini sebagai bagian dari berhasilnya partisipasi kaum perempuan dalam proses pembangunan dusun sekaligus suksesnya pengorganisasian lembaga PKK di dusun Klajuran.
Dasar Swakelola Klajuran
Dusun klajuran telah lama berdiri bahkan dari penuturan sesepuh dusun telah mencapai usia lebih dari 50 tahun. Hal ini dibuktikan dengan tujuh rumah asli berbentuk pendopo jawa di wilayah Klajuran yang masih tegak berdiri hingga sekarang. Masing masing rumah pendopo ini berumur lebih dari 50 tahun bahkan ada yang mencapai 100 tahun. Dapat dipastikan bahwa di usia pendopo jawa itu dibangun dusun Klajuran telah berdiri.
Dusun Klajuran terletak di sebelah barat daya kabupaten Sleman atau sekitar 8 kilometer arah barat kota Yogyakarta. Luas wilayahnya 191.101m² dengan jumlah penduduk 510 orang yang terdiri dari 264 perempuan dan 246 laki laki. Melihat lokasinya, dusun klajuran merupakan dusun di pinggir kota yang dikelilingi lahan pertanian. Meski demikian hanya 6 orang saja yang berprofesi sebagai petani, sementara pekerjaan lain justru didominasi oleh buruh, pedagang, karyawan, dan PNS.
Tata ruang dusun Klajuran termasuk dalam hitungan kepadatan tinggi. Hal ini terlihat dari tata bangunan rumah yang berhimpitan satu sama lain tanpa menyisakan jalan dusun. Konsep jalan tembus dusun mirip seperti lorong jalan perkotan dengan lebar terbatas bahkan hanya cukup untuk lalu lintas motor dan pejalan kaki. Meski demikian bukan berarti rumah mereka bertipe kecil, nuansa rumah dusun masih tetap terjaga yaitu rumah yang besar dengan kamar yang banyak sekaligus halaman yang luas dengan pagar tepat membatasi jalanan.
Suasana yang harmonis, nyaman dan tenang di dalam dusun membuktikan ikatan kekerabatan mereka begitu dekat. Kecuali mereka memegang konsep keharmonisan juga karena banyak dari mereka yang masih satu kekerabatan. Saking dekatnya diantara mereka tersebar pandangan bila gak sempat menanak nasi tinggal minta aja di tetangga, mereka pasti akan memberinya. Inilah wujud kekerabatan dusun yang masih tersisa dan menjadi kunci kebersaman yang terjaga.
Kebersamaan ini seklaigus menjadi dasar dalam memegang konsep hidup bersih dan indah. Setiap kepala keluarga menjadikan perilaku ini sebagai kebiasaaan. Tercatat sejak tahun 1990 an budaya ini mulai dimasukkan sebagai program dusun dengan perhatian yang lebih banyak pada pengelolaan kebersihan dan kesehatan. Program ini direalisasikan dengan pengelolaan kebersihan dan penghijauan dusun bahkan dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sendiri. Kebiasaan ini mendapat perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah, LSM, hingga perusahaan swasta kesehatan. Baru tahun 2005 sebuah warga dusun sepakat bahwa hidup sehat dan indah tersebut perlu ditingkatkan yaitu dengan mengelola sampah secara mandiri dan produktif. Pengelolaan ini dilakukan secara serempak untuk semua warga namun dalam perjalannya justru kaum perempuan dusun lah yang aktif mengembangkan program tersebut.
Para Perempuannya
Kaum perempuan dusun Klajuran sebenarnya tak beda dengan perempuan dusun lain. Para perempuan ini adalah perempuan yang memiliki keluarga dengan konsep hidup keluarga jawa. Beberapa diantara mereka bekerja di luar rumah namun juga banyak yang tetap menjaga rumah sebagai menjadi ibu rumah tangga. PKK adalah salah satu organisasi yang anggotanya kaum perempuan dusun. PKK menyelenggarakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk bermusyawarah, membicarakan kegiatan ibu dan anak serta pelaksanaan program kerja untuk menunjang keberhasilan pembangunan di bidang kebersihan, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Selain PKK juga terdapat dasa wisma, dasa wisma juga hanya menyelenggarakan pertemuan sebulan sekali, namun organisasi ini merupakan organisasi sub dusun yang lebih kecil, tercatat terdapat sembilan dasa wisma di dusun ini.
Aktivitas para perempuan di dusun ini memang lebih banyak dihabiskan di rumah. Mereka yang bekerja sebagai buruh atau karyawan di lembaga formal meninggalkan rumah sekitar delapan jam sehari untuk kemudian kembali ke rumah. Dalam hal pekerjaan rumah para perempuan ini tidak luput dari pekerjaan seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, hingga mengurus anak. Di luar konflik pembagian kerja domestik, tata ruang hidup bertetangga yang berdekatan sedikit banyak membentuk karakter masyarakat -diantaranya perempuan- yang peduli pada kehidupan bermasyarakat. Segala permasalahan hidup bermasyarakat apalagi yang berdampak besar secara umum cepat tersiar. Hal ini tidak lepas dari pola komunikasi antar tetangga yang dilakukan oleh para perempuan. Mereka menjadi agen penyebar informasi seputar permasalahan dan kebijakan dusun.
Hal ini menyiratkan bahwa para perempuan di dusun ini memang lebih teliti dalam hal rumah tangga dan hidup bertetangga. Perubahan dan pembaharuan dalam hidup sehat dan bersih terutama penerapan kebijakan pemilahan sampah rumah tangga memang tidak berjalan mulus sejak awal. Para perempuan yang akhirnya secara intensif bersentuhan langsung dengan perangkat perangkat hidup sehat keluarga terutama persoalan produksi sampah buang. Pada awalnya memang pandangan parsial bahwa pola hidup buang sampah sembarangan di lahan sendiri merupakan privasi mereka, masih dipegang erat. Untungnya kesepatakan bersama tentang pengelolaan sampah merubah mulai dari pembiasaan, hingga sanksi.
Jejak Ekologi Perempuan Klajuran
Konsep jejak ekologi berasal dari ecological footprint analysis kaum ekologian. Jejak ekologi adalah tolak ukur pemanfaatan (demand) manusia atas sumber alam dan ekosistem. Pandangan ini memperbandingkan pola konsumsi manusia atas sumber alam dengan kemampuan alam untuk memperbarui sumber alam tersebut. Jejak ekologi mampu menilai sejauh mana tingkat konsumsi manusia dalam mempengaruhi kualitas lingkungan hidup dan seberapa besar akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Metode ini menghitung secara cepat dan akurat untuk perorangan dalam ukuran waktu tertentu dengan cara menghitung produk konsumsi harian manusia.
Produksi sampah buang di dusun Klajuran dapat kita lihat secara jelas dengan metodemembaca ejak ekologi perempuan Klajuran. Para perempuan ini paling mengetahui pola konsumsi keluarga karena merekalah yang mengolah kebutuhan keluarga terutama konsumsi makanan. Keluarga yang terdiri minimal 3 anggota memiliki pola konsumsi yang hampir sama dalam hitungan harian. Tiap hari hingga seminggu keluarga akan menggunaan sabun dan sampo untuk mandi, belanja dan memasak. Semuanya menghasilkan sampah buang seperti plastik, dan kertas. Dan benar adanya sejak program kelola sampah mandiri pada tahun 2005 produksi tercatat produksi sampah buang rata rata di dusun Klajuran didominasi oleh sampah plastik dan sampah kertas diurutan kedua. Bayangkan bila satu keluarga setiap hari membuang plastik bungkus makanan? Berapa sampah akan dihasilkan bila kita kalikan dengan dengan jumlah kepala keluarga satu dusun.
Penggunaan plastik secara berlebihan memang tak bisa dihindari. Aktivitas belanja para perempuan ini yang dimngkinkan di sekitar rumah mereka seperti warung dan toko kecil semuanya menawarkan sampah buah dalam bentuk plastik. Keputusan untuk menggunakan plastik atau tidak memang tidak memandang jenis kelamin, siapa saja dapat berlaku tidak ramah lingkungan. Namun posisi perempuan yang dekat dengan lalu lintas konsumsi produk dalam rumah tangga menjadikan posisi perempuan menjadi penting dalam mengkontrol prosuksi sampah buang.
Partisipasi Perempuan Dalam Pengelolaan Sampah
Kebiasaan hidup bersih dan sehat yang diturunkan menjadi budaya yang sulit untuk dihilangan. Budaya ini baik adanya dan menjadi dasar gerakan pengelolaan sampah secara mandiri dan terpadu di dusun klajuran. Setiap warga dikenai kewajiban untuk peduli dengan pengelolaan sampah rumah tangga, tanpa pengecualian mulai dari laki laki dewasa perempuan hingga anak-anak. Sosialisasi formal dari dusun atau lembaga luar sekedar menjadi pemicu. Paskasosialisasi formal ini menjadi tugas para warga untuk terus aktif di tingkat keluarga. Disinilah peran perempuan diuji di tingkat keluarga, meski tidak bisa begitu saja dipasrahkan kepada perempuan. Konsep keluarga menjadi tanggung jawab bersama tetap terjaga namun perempuan Klajuran mengaktifkan diri sesuai dengan komitmen yang mereka serukan dalam tiap kali pertemuan PKK. Seruan itu memposisikan bahwa tiap perempuan menjadi kader aktif rumah tangga, sekaligus menjadi agen pendidik anggota keluarga untuk hidup bersih dan sehat.
Sebagai kader aktif, para perempuan ini selalu mengevaluasi program PKK yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kebersihan, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pertemuan ini sekaligus memantau apa saja hambatan dan siapa saja anggota PKK yang belum melaksanakan program tersebut diatas. Sebagai kader aktif para perempuan dusun ini menjabarkan kegiatannya mulai dari belanja dan memasak. Sampah buang berbentuk plastik bungkus dan sisa sayuran dipilah. Sampah sisa sayuran masuk dalam sampah organik sementara sampah plastik bungkus masuk ke tempat sampah non organik. Para agen keluarga ini tak sekedar membuang segala jenis sampah, tetapi memastikan sampah plastik tersebut kering dan bersih. Artinya para ibu rumah tangga ini harus memastikan sampah plastik bekas bungkus daging atau makanan basah agar bersih dengan dicuci sehingga penampungan sampah plastik tetap terjaga kesehatan dan kebersihannya. Penyuluhan dan pendampingan terhadap tetangga tetap dilakukan bagi yang belum maksimal melaksanakan program diatas. Pilihan strategi selain kesadaran bahwa program ini tidak hanya menyehatkan tetapi juga memberi keuntungan secara ekonomis.
Konkretnya tiap rumah di dusun Klajuran diberi fasilitas tempat sampah terpisah oleh dusun. Produksi sampah buang rumah tangga terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan non organik. Sampah organik telah disiapkan tempat sampah berbentuk gentong tertutup dan baru diambil petugas setelah 6 sampai 8 bulan. Selama waktu itu sampah organik secara otomatis akan manjadi kompos. Bagi sampah non organik yang terdiri dari plastik, kertas, kaca, karet dan kaca, disiapkan tiga tempat sampah untuk plastik, kertas, dan kaca. Tiap kali sampah sampah ini penuh maka dimasukkan ke tempat penampungan sampah besar untuk beberaa rumah hingga akhirnya diambil petugas untuk di kumpulkan di tempat penampungan besar di pinggir dusun. Sampah sampah ini dikelola oleh petugas untuk kemudian dijual ke penadah. Hasil dari penjualan sampah non organik digunakan untuk membayar petugas dan sisanya masuk dalam dalam kas dusun. Dari kas dusun tersebut bermanfaat untuk pelaksanaan program kesehatan, peningkatan gisi anak hingga pembangunan sarana dan prasarana dusun.
Sebagai agen pendidik keluarga, seorang perempuan kembali menjalankan fungsi ekspresifnya dalam membina kualitas keluarga. Kontrol itu dilakukan dengan pendekatan personal dan komunikatif sebagai contoh pembiasaan anak dalam membuang sampah pada tempatnya tentu saja dengan penjelasan yang rasional. Begitu pula dengan semua orang di dalam rumah, termasuk suami. Kontrol ini berlanjut hingga berkembang pada beberapa permasalahan diantarannya beberapa jenis sampah yang mungkin terdiri dari beberapa jenis. Bila merokok adalah perilaku tidak sehat dapat diupayakan untuk dikurangi namun proses mengurangi tetap menjadikan puntung rokok dibuang. Kemanakah sampah ini dibuang? Terjadilah kesepakatan dalam keluarga, sang istri berada dalam daya tawar yang sama ketika materi pembicaraan merupakan hal yang telah disepakati harus dilakukan.
Belajar dari perempuan dusun Klajuran maka setiap perempuan mempunyai posisi yang strategis untuk mengetahui lalu lintas pola konsumsi keluarga. Ketika lalu lintas itu terbaca maka kontrol terhadap pola konsumsi dapat segara dilakukan. Bahkan dalam tingkatan partisipasi kebijakan yang telah disepakati umum. Wilayah ini dimanfaatkan sebesar besarnya oleh perempuan dusun klajuran untuk berpartisipasi dalam pembangunan dusun mereka. Pengelolaan sampah mandiri menjadi strategi perempuan dusun lewat program PKK untuk mengenalkan kesadaran konsumsi kebutuhan sehari hari yang ramah lingkungan kepada keluarga (30/06/08/pasc)
Kita ketahui bersama, urusan rumah tangga dalam konteks pembagian kerja dalam paham feminis apapun jatuh pada perempuan. Pandangan ini kemudian menempatkan kaum perempuan mengambil peran ekspresif yaitu peran pengentalan hubungan, dukungan emosional dan pembinaan kualitas keluarga. Para penganut pandangan ini juga menempatkan peran ini sebagai wilayah yang tidak produktif.
Berbeda konteks beda pula cara pandangannya. Urusan rumah tangga di wilayah dusun Klajuran, desa Sidokarto, kecamatan Godean, kabupaten Sleman menjadikan ranah domestik rumah tangga sebagai dasar gerakan menuju pengakuan publik. Hebatnya pula kunci gerakan ini secara kontinyu dipelihara oleh kaum perempuan. Para perempuan dusun Klajuran berhasil mengangkat dusun Klajuran pada kemajuan hanya dengan mengelola sampah rumah tangga. Bahkan kaum laki laki yang "menguasai" lembaga formal seperti kepala dusun, LKMD mengakui keberhasilan ini sebagai bagian dari berhasilnya partisipasi kaum perempuan dalam proses pembangunan dusun sekaligus suksesnya pengorganisasian lembaga PKK di dusun Klajuran.
Dasar Swakelola Klajuran
Dusun klajuran telah lama berdiri bahkan dari penuturan sesepuh dusun telah mencapai usia lebih dari 50 tahun. Hal ini dibuktikan dengan tujuh rumah asli berbentuk pendopo jawa di wilayah Klajuran yang masih tegak berdiri hingga sekarang. Masing masing rumah pendopo ini berumur lebih dari 50 tahun bahkan ada yang mencapai 100 tahun. Dapat dipastikan bahwa di usia pendopo jawa itu dibangun dusun Klajuran telah berdiri.
Dusun Klajuran terletak di sebelah barat daya kabupaten Sleman atau sekitar 8 kilometer arah barat kota Yogyakarta. Luas wilayahnya 191.101m² dengan jumlah penduduk 510 orang yang terdiri dari 264 perempuan dan 246 laki laki. Melihat lokasinya, dusun klajuran merupakan dusun di pinggir kota yang dikelilingi lahan pertanian. Meski demikian hanya 6 orang saja yang berprofesi sebagai petani, sementara pekerjaan lain justru didominasi oleh buruh, pedagang, karyawan, dan PNS.
Tata ruang dusun Klajuran termasuk dalam hitungan kepadatan tinggi. Hal ini terlihat dari tata bangunan rumah yang berhimpitan satu sama lain tanpa menyisakan jalan dusun. Konsep jalan tembus dusun mirip seperti lorong jalan perkotan dengan lebar terbatas bahkan hanya cukup untuk lalu lintas motor dan pejalan kaki. Meski demikian bukan berarti rumah mereka bertipe kecil, nuansa rumah dusun masih tetap terjaga yaitu rumah yang besar dengan kamar yang banyak sekaligus halaman yang luas dengan pagar tepat membatasi jalanan.
Suasana yang harmonis, nyaman dan tenang di dalam dusun membuktikan ikatan kekerabatan mereka begitu dekat. Kecuali mereka memegang konsep keharmonisan juga karena banyak dari mereka yang masih satu kekerabatan. Saking dekatnya diantara mereka tersebar pandangan bila gak sempat menanak nasi tinggal minta aja di tetangga, mereka pasti akan memberinya. Inilah wujud kekerabatan dusun yang masih tersisa dan menjadi kunci kebersaman yang terjaga.
Kebersamaan ini seklaigus menjadi dasar dalam memegang konsep hidup bersih dan indah. Setiap kepala keluarga menjadikan perilaku ini sebagai kebiasaaan. Tercatat sejak tahun 1990 an budaya ini mulai dimasukkan sebagai program dusun dengan perhatian yang lebih banyak pada pengelolaan kebersihan dan kesehatan. Program ini direalisasikan dengan pengelolaan kebersihan dan penghijauan dusun bahkan dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sendiri. Kebiasaan ini mendapat perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah, LSM, hingga perusahaan swasta kesehatan. Baru tahun 2005 sebuah warga dusun sepakat bahwa hidup sehat dan indah tersebut perlu ditingkatkan yaitu dengan mengelola sampah secara mandiri dan produktif. Pengelolaan ini dilakukan secara serempak untuk semua warga namun dalam perjalannya justru kaum perempuan dusun lah yang aktif mengembangkan program tersebut.
Para Perempuannya
Aktivitas para perempuan di dusun ini memang lebih banyak dihabiskan di rumah. Mereka yang bekerja sebagai buruh atau karyawan di lembaga formal meninggalkan rumah sekitar delapan jam sehari untuk kemudian kembali ke rumah. Dalam hal pekerjaan rumah para perempuan ini tidak luput dari pekerjaan seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, hingga mengurus anak. Di luar konflik pembagian kerja domestik, tata ruang hidup bertetangga yang berdekatan sedikit banyak membentuk karakter masyarakat -diantaranya perempuan- yang peduli pada kehidupan bermasyarakat. Segala permasalahan hidup bermasyarakat apalagi yang berdampak besar secara umum cepat tersiar. Hal ini tidak lepas dari pola komunikasi antar tetangga yang dilakukan oleh para perempuan. Mereka menjadi agen penyebar informasi seputar permasalahan dan kebijakan dusun.
Hal ini menyiratkan bahwa para perempuan di dusun ini memang lebih teliti dalam hal rumah tangga dan hidup bertetangga. Perubahan dan pembaharuan dalam hidup sehat dan bersih terutama penerapan kebijakan pemilahan sampah rumah tangga memang tidak berjalan mulus sejak awal. Para perempuan yang akhirnya secara intensif bersentuhan langsung dengan perangkat perangkat hidup sehat keluarga terutama persoalan produksi sampah buang. Pada awalnya memang pandangan parsial bahwa pola hidup buang sampah sembarangan di lahan sendiri merupakan privasi mereka, masih dipegang erat. Untungnya kesepatakan bersama tentang pengelolaan sampah merubah mulai dari pembiasaan, hingga sanksi.
Jejak Ekologi Perempuan Klajuran
Konsep jejak ekologi berasal dari ecological footprint analysis kaum ekologian. Jejak ekologi adalah tolak ukur pemanfaatan (demand) manusia atas sumber alam dan ekosistem. Pandangan ini memperbandingkan pola konsumsi manusia atas sumber alam dengan kemampuan alam untuk memperbarui sumber alam tersebut. Jejak ekologi mampu menilai sejauh mana tingkat konsumsi manusia dalam mempengaruhi kualitas lingkungan hidup dan seberapa besar akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Metode ini menghitung secara cepat dan akurat untuk perorangan dalam ukuran waktu tertentu dengan cara menghitung produk konsumsi harian manusia.
Produksi sampah buang di dusun Klajuran dapat kita lihat secara jelas dengan metodemembaca ejak ekologi perempuan Klajuran. Para perempuan ini paling mengetahui pola konsumsi keluarga karena merekalah yang mengolah kebutuhan keluarga terutama konsumsi makanan. Keluarga yang terdiri minimal 3 anggota memiliki pola konsumsi yang hampir sama dalam hitungan harian. Tiap hari hingga seminggu keluarga akan menggunaan sabun dan sampo untuk mandi, belanja dan memasak. Semuanya menghasilkan sampah buang seperti plastik, dan kertas. Dan benar adanya sejak program kelola sampah mandiri pada tahun 2005 produksi tercatat produksi sampah buang rata rata di dusun Klajuran didominasi oleh sampah plastik dan sampah kertas diurutan kedua. Bayangkan bila satu keluarga setiap hari membuang plastik bungkus makanan? Berapa sampah akan dihasilkan bila kita kalikan dengan dengan jumlah kepala keluarga satu dusun.
Penggunaan plastik secara berlebihan memang tak bisa dihindari. Aktivitas belanja para perempuan ini yang dimngkinkan di sekitar rumah mereka seperti warung dan toko kecil semuanya menawarkan sampah buah dalam bentuk plastik. Keputusan untuk menggunakan plastik atau tidak memang tidak memandang jenis kelamin, siapa saja dapat berlaku tidak ramah lingkungan. Namun posisi perempuan yang dekat dengan lalu lintas konsumsi produk dalam rumah tangga menjadikan posisi perempuan menjadi penting dalam mengkontrol prosuksi sampah buang.
Partisipasi Perempuan Dalam Pengelolaan Sampah
Sebagai kader aktif, para perempuan ini selalu mengevaluasi program PKK yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kebersihan, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pertemuan ini sekaligus memantau apa saja hambatan dan siapa saja anggota PKK yang belum melaksanakan program tersebut diatas. Sebagai kader aktif para perempuan dusun ini menjabarkan kegiatannya mulai dari belanja dan memasak. Sampah buang berbentuk plastik bungkus dan sisa sayuran dipilah. Sampah sisa sayuran masuk dalam sampah organik sementara sampah plastik bungkus masuk ke tempat sampah non organik. Para agen keluarga ini tak sekedar membuang segala jenis sampah, tetapi memastikan sampah plastik tersebut kering dan bersih. Artinya para ibu rumah tangga ini harus memastikan sampah plastik bekas bungkus daging atau makanan basah agar bersih dengan dicuci sehingga penampungan sampah plastik tetap terjaga kesehatan dan kebersihannya. Penyuluhan dan pendampingan terhadap tetangga tetap dilakukan bagi yang belum maksimal melaksanakan program diatas. Pilihan strategi selain kesadaran bahwa program ini tidak hanya menyehatkan tetapi juga memberi keuntungan secara ekonomis.
Konkretnya tiap rumah di dusun Klajuran diberi fasilitas tempat sampah terpisah oleh dusun. Produksi sampah buang rumah tangga terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan non organik. Sampah organik telah disiapkan tempat sampah berbentuk gentong tertutup dan baru diambil petugas setelah 6 sampai 8 bulan. Selama waktu itu sampah organik secara otomatis akan manjadi kompos. Bagi sampah non organik yang terdiri dari plastik, kertas, kaca, karet dan kaca, disiapkan tiga tempat sampah untuk plastik, kertas, dan kaca. Tiap kali sampah sampah ini penuh maka dimasukkan ke tempat penampungan sampah besar untuk beberaa rumah hingga akhirnya diambil petugas untuk di kumpulkan di tempat penampungan besar di pinggir dusun. Sampah sampah ini dikelola oleh petugas untuk kemudian dijual ke penadah. Hasil dari penjualan sampah non organik digunakan untuk membayar petugas dan sisanya masuk dalam dalam kas dusun. Dari kas dusun tersebut bermanfaat untuk pelaksanaan program kesehatan, peningkatan gisi anak hingga pembangunan sarana dan prasarana dusun.
Sebagai agen pendidik keluarga, seorang perempuan kembali menjalankan fungsi ekspresifnya dalam membina kualitas keluarga. Kontrol itu dilakukan dengan pendekatan personal dan komunikatif sebagai contoh pembiasaan anak dalam membuang sampah pada tempatnya tentu saja dengan penjelasan yang rasional. Begitu pula dengan semua orang di dalam rumah, termasuk suami. Kontrol ini berlanjut hingga berkembang pada beberapa permasalahan diantarannya beberapa jenis sampah yang mungkin terdiri dari beberapa jenis. Bila merokok adalah perilaku tidak sehat dapat diupayakan untuk dikurangi namun proses mengurangi tetap menjadikan puntung rokok dibuang. Kemanakah sampah ini dibuang? Terjadilah kesepakatan dalam keluarga, sang istri berada dalam daya tawar yang sama ketika materi pembicaraan merupakan hal yang telah disepakati harus dilakukan.
Belajar dari perempuan dusun Klajuran maka setiap perempuan mempunyai posisi yang strategis untuk mengetahui lalu lintas pola konsumsi keluarga. Ketika lalu lintas itu terbaca maka kontrol terhadap pola konsumsi dapat segara dilakukan. Bahkan dalam tingkatan partisipasi kebijakan yang telah disepakati umum. Wilayah ini dimanfaatkan sebesar besarnya oleh perempuan dusun klajuran untuk berpartisipasi dalam pembangunan dusun mereka. Pengelolaan sampah mandiri menjadi strategi perempuan dusun lewat program PKK untuk mengenalkan kesadaran konsumsi kebutuhan sehari hari yang ramah lingkungan kepada keluarga (30/06/08/pasc)