Senin, 22 September 2008

Ratusan Piring berisi Makanan berjajar Sadranan Gempol


Ada geliat yang berbeda di desa gempol kecamatan karanganom klaten siang hari itu. Tak seperti biasanya, desa ini terlihat ramai. Memang ada yang istimewa hari itu/ bertepatan tanggal 18 ruwah/ warga gempol menyelenggarakan nyadran. Nyadran adalah suatu tradisi masyarakat jawa yang dilakukan setahun sekali di bulan ruwah atau menjelang bulan puasa. Ruwah sendiri memiliki akar kata “arwah” konon dari arti kata itu, bulan ruwah dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur.

Sedangkan nyadran/ berasal dari bahasa arab “sadran” dan jawa kawi ”srada” yang berarti dada, yaitu saling berhadap-hadapan antara leluhur dengan yang masih hidup. Sehingga, secara umum, nyadran dapat dimaknai sebagai masa untuk menghormati leluhur oleh sanak saudara yang masih berada di dunia. Menilik sejarahnya, nyadran merupakan tradisi yang diawali pada jaman majapahit. Pada jaman itu ratu tribuana tunggadewi ingin melakukan doa kepada nenek moyangnya. Maka disiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Di masa walisongo/ tradisi tersebut lantas diadopsi karena senafas untuk mendoakan leluhur di alam baka. Hanya saja sesaji yang dibuat tidak lagi diperuntukkan para dewa, namun sebagai sarana sedekah kepada kaum papa.

Di desa gempol sendiri/ tradisi nyadran telah mengakar sejak dulu kala. Bahkan banyak warga gempol tak tahu pasti sejak kapan tradisi tahunan itu dilaksanakan. Yang pasti, warga gempol senantiasa setia melaksanakan tradisi itu setiap tahunnya. Berbeda dengan desa-desa lainnya, desa gempol terbilang paling kental dalam melestarikan tradisi nyadran. Belum pernah mereka absen dalam tradisi ini. Dipercaya, bila tak melakukan nyadran, akan terjadi hal-hal buruk pada warga.

Keseriusan nyadran dapat terbukti juga dengan mudiknya sanak saudara ke kampung halamannya, hanya sekedar untuk mengikuti ritual dan bertemu saudara.

Sehari sebelum upacara nyadran digelar, diadakan besik atau bebersih makam. Lantas, pada malam harinya warga bertahlil di masjid. Hingga pagi, banyak orang hilir mudik membawa berbagai macam makanan dan uba rampe ke makam. Ya mereka berkumpul bersama satu dusun di makam dusun sembari membawa sarana. Ada yang unik, piring-piring berisi makanan dibawa dengan menggunakan tenong/ dan jodhang setiap keluarga diwajibkan menyediakan minimal 15 piring namun tak jarang keluarga yang mampu/ justr menyiapkan puluhan piring. Piring-piring berisi makanan itu lantas ditata berjajar di atas tikar yang digelar di pelataran luar makam. Makanan yang disajikan sangat beragam/ kue-kue, aneka jajanan pasar, buah-buahan, dan banyak lagi. Bahkan ada pula makanan yang kini jarang dijumpai, seperti sate kolang-kaling, bangketan, madu mongso, kue satu, dan kue jahe. Makin banyak

Riuh rendah antusias warga makin kentara menjelang acara dimulai. Tua, muda, semua hanyut dalam kemeriahan nyadran. Sambutan yang diberikan perangkat desa menandakan acara telah dimulai. Para warga pun mulai menempati gelaran tikar dengan rapi. Di tengah-tengah sambutan, terlihat warga yang berkeliling meminta sedekah. Pemberian sedekah ini oleh warga gempol disebut ‘wajib’. Ternyata cukup banyak sedekah yang terkumpul kali ini, 765 ribu rupiah. Nantinya sedekah ini akan digunakan untuk mendanai segala biaya yang telah dikeluarkan untuk nyadran. Sisanya, digunakan untuk memperbaiki fasilitas sosial di dusun gempol. Lantunan doa pun dibacakan, sesekali melafalkan kata ”amin” dengan lantang, menandakan semangat serta kemantapan hati.

Selesai doa, setiap warga memakan makanan yang digelar. Ada yang tukar-menukar kue, ada pula yang asyik berbincang dengan sanak saudara. Sesekali tampak saling bersenda gurau, bahkan anak-anak pun tertawa renyah. Anak-anak pun dengan semangat berkeliling mengumpulkan aneka makanan. Tak heran, kantong plastik yang mereka bawa tampak penuh. Beberapa warga malah asyik menyantap nasi ambengan, yaitu nasi gurih dengan berbagai macam lauk, seperti ingkung ayam, telur, sayuran, dan lain-lain. Beramai-ramai warga tampak bersemangat menawarkan kepada pengunjung untuk bergabung bersama. Akhirnya, semua makanan pun habis tak bersisa. memang harus demikian, sebab menurut adat setempat, bila makanan tidak habis disebut ’ora ilok’. Nyadran tak sekadar ziarah ke makam leluhur. Namun sarat dengan nilai sosial budaya. Dari sini terjalin hubungan kekerabatan, kebersamaan, dan pengorbanan di antara warga. Semoga tradisi ini senantiasa lestari sehingga dapat dijadikan wahana perekat sosial dan sarana membangun jati diri bangsa.

Prasasti Tionghoa di Kraton Yogyakarta


Sebuah prasasti berhuruf jawa cina berdiri tegak di dalam kraton ngayogyokarto hadiningrat. Inilah salah satu prasasti tugu dari dua prasasti yang menyimpan sejarah hubungan warga tionghoa di Jogjakarta.

Awalnya prasasti setinggi satu meter ini disiapkan sebagai penghargaan atas penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sayangnya gejolak di daratan tiongkok, tempat batu prasasti dipesan, menyebabkan prasasti ini terlambat dalam penyelesaian. Penggagas prasasti ini berjumlah delapan orang. Mereka adalah
1. Lie Ngo An (Mantan Kapitan Tionghoa Di Jogjakarta)
2. Dr Siem Kie Ay (Dokter Umum)
3. Tio Poo Kia (pedagang)
4. Ir Liem Ing Hwie (Anggota DPA RI)
5. Lie Gwan Ho (pengusaha toko mas)
6. Tan Koo Liat (pedagang)
7. Oen Tjoen Hok (pengusana restoran)
8. Sie Kee Tjie (pengusaha batik)
Insinyur Liem Ing Hwie lah yang menjadi ketua panitia persembahan prasasti tugu tionghoa ini. Selama masa revolusi dan perbaikan batu prasasti ini disimpan di halaman rumah insinyur Liem Ing Hwie di gondolayu. Liem Ing Hwie, adalah tionghoa yang aktif dalam perdagangan, dan pendidikan. Liem Ing Hwie juga pernah menjadi anggota dewan pertimbangan agung republik Indonesia.
Setelah lama menunggu
Begitu keadaan berangsur normal, pada tanggal 18 maret 1951 hari selasa legi, 20 jumadilakir alip 1883, Liem Ing Hwie bersama rekannya menyerahkan batu prasasti ini. Tepatnya pada hari ulang tahun penobatan tahta sultan.
Upacara dilaksanakan di bangsal Srimanganti Kraton Yogyakarta. Penyerahan prasasti dihadiri oleh para pangeran. Lima dari delapan tokoh tionghoa dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Oleh kraton, prasasti ini ditempatkan di depan tepas Hapitopuro, belakang bangsal Trajumas yang runtuh akibat gempa. Candra sengkala prasasti tugu tionghoa berbunyi

Jalma Wahana Dirada Hing Wungkulan

Jalma wahana dirada hing wungkulan memiliki arti manusia mengendarai gajah diatas meja bundar. Angka yang terbaca dalam candra sengkala prasasti menunjuk angka tahun jawa 1871.

Dal 1871
adalah tahun penobatan sri sultan hamengku buwono sembilan.

Candra Sengkala
JALMA WAHANA DIRADA HING WUNGKALAN
1 7 8 1
tahun jawa 1871


Dalam Prasasti ini memang terukir relief gajah dan dibawahnya terdapat ukiran burung hong -burung pembawa rejeki. Di bagian depan terukir dua naga. Naga merupakan binatang yang dipercaya membawa keberuntungan. Dalam mitologi cina, populer disebut ki lien, yang berkarakter perkasa. Dua tulisan yang terukir memiliki arti pandangan warga tionghoa terhadap Sultan IX dan kepemimpinannya. Khusus tulisan jawa ternyata berbentuk sebuah kinanti. kinanti merupakan syair yang ditembangkan laiknya macapat. setiap syair dapat dirubah dan dibuat tergantung dari tujuannya.

Kinanti ini terdiri dari lima bait yang tersusun secara berurutan, mulai dari gambaran sebuah kraton yang sejahtera, dipimpin oleh sang raja bijaksana, dan siapapun yang tinggal diwilayahnya pasti tentram dan harmonis. Akhirnya ucapan terimakasih itu tersampaikan pada bait kelima.

1. Ing Mataram duk rumuhun, telenging karaton jawi, mangkya mangku buwono, nglenggahi damper mulyadi
2. Prabaweng Pangwasa Prabu, muncarken prabeng herbumi, mangku sarawediningrat, Dera nrusken hujwalaning, keprabon Jeng Sri Mahraja, Lir lumaraping jemparing

3. Tumujweng leres neripun, susatya tuwin mahoni, pamengku nireng buwono. Lus manis cipta tresnasih sih marma mring bangsa Tionghoa, asli saking manca nagri
4. penrenahken manggenipu, ing papan ingkang pakolih laras lan upajiwanya, kang limrah samya mong gramin ing riki nagari harja, tentrem pra dasih geng alit.
5. Bangsa Tinghoa Matur Nuwun/ Harsayeng Tyas Tanpa Pamitan Bangkit Angucapana/ Mengkya Kinertyang Sela Mrih Enget Saklami Laminya/ Rat Raya Masih Lestari

Sementara tulisan mandarin dalam prasasti ini juga bermakna sama. Ungkapan ketenangan warga tionghoa hidup dan bekerja di wilayah yogyakarta.

Waktu telah berlalu, generasi tua berganti. Umur prasasti ini pun mencapai usia lebih dari 60 tahun. Adalah Bernie Liem, menantu dari insinyur Liem Ing Hwie kini mewarisi prasasti ini. Berni lien memang awalnya tidak secara langsung terlibat dengan saat bersejarah itu. Suami tercinta lah yang membuat dirinya berkewajiban melestarikan prasasti ini. Apa yang dilakukan oleh liem ing hwie membawa dampak yang besar pada keluarga besarnya. paling tidak, mereka mempunyai pandangan yang berbeda tentang jogja dan Keharmonisan hubungan etnis.

Jumat, 19 September 2008




Sebuah bangunan bergaya belanda masih menunjukkan kekokohannya di jalan cik di tiro yogyakarta. Inilah bangunan rumah sakit mata dokter yap. Berdiri pada tanggal 21 november 1923, peletakan batu pertama rumah sakit mata ini dilakukan oleh sri sultan hamengku buwono 8.
Rumah sakit mata dokter yap seakan menjadi bukti kiprah warga tionghoa pada masa perjuangan. kiprah ini menjadi perbendaharaan sejarah, bahwa warga tionghoa mempunyai andil besar pada bangsa ini. Andil itu berbentuk perhatian pada kesehatan mata masyarakat Indonesia.
Adalah doktor yap hong tjoen seorang tionghoa kelahiran yogyakarta 30 maret 1885, sang ofthalmolog dari jogja . Hidup pada masa pendudukan belanda pertama, yap kecil lebih beruntung dibanding anak seusianya karena berkesempatan mengenyam pendidikan hingga ke leiden belanda. Hingga pada tanggal 24 januari 1919 yap hong tjoen berhasil meraih gelar dokter ilmu penyakit mata dengan disertasi pada persoalan penyakit glukoma.
Angan-angan mendirikan klinik mata telah lama dipikirkan, hal ini diperkuat oleh banyaknya masyarakat hindia belanda yang menderita penyakit mata dan kebutaan. tercatat penyakit terbanyak adalah trakhoma dan kekurangan vitamin A. setelah meraih gelar dokter pada tahun 1919 doktor yap hong tjoen kembali ke tanah air. bersama beberapa warga tionghoa dan orang belanda yang tinggal di hindia belanda mendirikan perkumpulan ahli mata, centrale vereeniging tot bevordering der oogheelkunde in nederlandsch-indie,disingkat c-v-o
Perkumpulan ini berkedudukan di Batavia, dijabat oleh seorang ketua bernama Khouw Kim Am, dan 10 orang komisaris salah satunya doktor yap hong tjoen.
Cvo mempunyai tujuan menolong penderita penyakit mata, memberantas kebutaan dan memperbaiki nasib penyandang tunanetra serta memajukan ilmu penyakit mata
Guna mencapi tujuan tersebut maka dilakukan beberapa usaha, mulai dari mendirikan rumah sakit mata, memberi pelayanan pemeriksaan mata di kampung dan desa, mendirikan lembaga tuna netra, hingga rekomendasi kepada pemerintah.
Pada tahun 1921 doktor yap hong tjoen memulai kegiatannya dengan membuka balai pengobatan mata di jalan gondolayu yogyakarta. Saat ini bangunannya digunakan untuk kantor pos gondolayu. waktu itu penderita yang perlu dioperasi dikirim ke rumah sakit petronella, atau Bethesda.
Kebutuhan yang semakin besar membuat doktor yap mencari tambahan dana untuk membesarkan balai ini. Setahun kemudian kraton yogyakarta menawarkan tanah seluas 2.955 meter persegi di sebelah barat jalan yap boulevard rumah sakit ini dibangun. Oleh cvo, doktor yap diangkat menjadi direktur rumah sakit. 22 maret tahun 1923 rumah sakit bernama prinses juliana gasthuis voor ooglijders dibuka. Rumah sakit ini juga sering disebut rumah sakit cvo
Dengan keahliannya doktor yap melayani setiap pasien. Tanpa membedakan status sosial, semua pasien mendapat kesempatan sama. Saat itu tenaga kerjanya hanya 2 dokter dan 8 juru rawat. Meski demikian rumah sakit ini telah menggunakan peralatan mata modern bahkan terlengkap pada jamannya. tempat tidur periksa, perimeter untuk mengukur daya lihat tepi, inventum untuk membiakkan jamur mata, Lapang pandang, sol lux untuk menghilangkan darah mati pada mata
Jiwa sosial doktor yap semakin menjadi, saat mendapati banyaknya penyandang tuna netra mendtanginya. 12 september 1926 didirikan sebuah lembaga yang bertujuan memberikan ketrampilan kepada penyandang tuna netra. Sebuah panti yang memberi pendidikan membaca dan ketrampilan hidup bagi penyandang tuna netra. Inilah awal balai mardi wuto dirintis
Kedatangan jepang, membuat rumah sakit ini berganti nama menjadi rumah sakit mata dokter yap. Dokter yap hong tjoen mempunyai dua istri. Dari istri pertama nya Tan Souw Lee, dianugrahi 3 anak salah satunya Yap Kie Tiong. Yap Kie Tiong juga menjalani studi di negeri belanda hingga menjadi doktor mata. Pada tahun 1948 dokter Yap Kie Tiong pulang ke tanah air. Pada tahun 1949 dokter Yap Hong Tjoen meninggalkan tanah airnya ke negeri belanda dan meninggal dunia. doktor Yap Hong Tjoen menyerahkan rumah sakit kepada putranya.
Dalam mengelola rumah sakit dokter Yap Kie Tiong termasuk sosok disiplin. menurut hermanus utomo saat usianya masih 6 tahun, dirinya masih mengingat bahwa dokter Yap Kie Tiong selalu memegangprinsip bahwa kebersihan menjadi kunci kesehatan di rumah sakit ini. tak segan segan dirinya menegur karyawannya yang sembarangan membuang puntung rokok.
Tak beda dengan dokter yap hong tjoen, Yap Kie Tiong juga berjiwa besar dalam mengamalkan ilmunya bagi masyarakat. Tenaga kerja rumah sakit pun semakin banyak dari 41 orang pada tahun 1949 hingga 68 orang pada tahun 1963
Kondisi masyarakat saat kepemimpinan dokter yap kie tiong lebih banyak didominasi oleh penyakit trachoma. Meski pelan prosesntase penyakit ini semakin menurun. Penyakit kedua katarak, glukoma dan xenoftalmia atau penyakit karen akekurangan vitamin A. khusus katarak dan glukoma merupakan penyakit penyebab kebutaan
Dokter yap kie tiong beristrikan oei hong nio dan tidak mempunyai anak. 9 Januari 1969 Yap Kie Tiong meninggal dunia, dan dimakamkan di Melisi Bantul.
Inilah rumah sakit mata dokter Yap. hingga sekarang kiprahnya pada pengobatan mata menjadi bagian penting pada kesehatan mata di Yogyakarta. semua ini tidak bisa dilepas dari kiprah warga tionghoa. dokter Yao Hong Tjoen dan dokter Yap Kie Tiong

Kisah Hidup dr Yap

Sebuah bangunan bergaya belanda masih menunjukkan kekokohannya di jalan cik di tiro yogyakarta. Inilah bangunan rumah sakit mata dokter yap. Berdiri pada tanggal 21 november 1923, peletakan batu pertama rumah sakit mata ini dilakukan oleh sri sultan hamengku buwono 8.
Rumah sakit mata dokter yap seakan menjadi bukti kiprah warga tionghoa pada masa perjuangan. kiprah ini menjadi perbendaharaan sejarah, bahwa warga tionghoa mempunyai andil besar pada bangsa ini. Andil itu berbentuk perhatian pada kesehatan mata masyarakat Indonesia.
Adalah doktor yap hong tjoen seorang tionghoa kelahiran yogyakarta 30 maret 1885, sang ofthalmolog dari jogja . Hidup pada masa pendudukan belanda pertama, yap kecil lebih beruntung dibanding anak seusianya karena berkesempatan mengenyam pendidikan hingga ke leiden belanda. Hingga pada tanggal 24 januari 1919 yap hong tjoen berhasil meraih gelar dokter ilmu penyakit mata dengan disertasi pada persoalan penyakit glukoma.
Angan-angan mendirikan klinik mata telah lama dipikirkan, hal ini diperkuat oleh banyaknya masyarakat hindia belanda yang menderita penyakit mata dan kebutaan. tercatat penyakit terbanyak adalah trakhoma dan kekurangan vitamin A. setelah meraih gelar dokter pada tahun 1919 doktor yap hong tjoen kembali ke tanah air. bersama beberapa warga tionghoa dan orang belanda yang tinggal di hindia belanda mendirikan perkumpulan ahli mata, centrale vereeniging tot bevordering der oogheelkunde in nederlandsch-indie,disingkat c-v-o
Perkumpulan ini berkedudukan di Batavia, dijabat oleh seorang ketua bernama Khouw Kim Am, dan 10 orang komisaris salah satunya doktor yap hong tjoen.
Cvo mempunyai tujuan menolong penderita penyakit mata, memberantas kebutaan dan memperbaiki nasib penyandang tunanetra serta memajukan ilmu penyakit mata
Guna mencapi tujuan tersebut maka dilakukan beberapa usaha, mulai dari mendirikan rumah sakit mata, memberi pelayanan pemeriksaan mata di kampung dan desa, mendirikan lembaga tuna netra, hingga rekomendasi kepada pemerintah.
Pada tahun 1921 doktor yap hong tjoen memulai kegiatannya dengan membuka balai pengobatan mata di jalan gondolayu yogyakarta. Saat ini bangunannya digunakan untuk kantor pos gondolayu. waktu itu penderita yang perlu dioperasi dikirim ke rumah sakit petronella, atau Bethesda.
Kebutuhan yang semakin besar membuat doktor yap mencari tambahan dana untuk membesarkan balai ini. Setahun kemudian kraton yogyakarta menawarkan tanah seluas 2.955 meter persegi di sebelah barat jalan yap boulevard rumah sakit ini dibangun. Oleh cvo, doktor yap diangkat menjadi direktur rumah sakit. 22 maret tahun 1923 rumah sakit bernama prinses juliana gasthuis voor ooglijders dibuka. Rumah sakit ini juga sering disebut rumah sakit cvo
Dengan keahliannya doktor yap melayani setiap pasien. Tanpa membedakan status sosial, semua pasien mendapat kesempatan sama. Saat itu tenaga kerjanya hanya 2 dokter dan 8 juru rawat. Meski demikian rumah sakit ini telah menggunakan peralatan mata modern bahkan terlengkap pada jamannya. tempat tidur periksa, perimeter untuk mengukur daya lihat tepi, inventum untuk membiakkan jamur mata, Lapang pandang, sol lux untuk menghilangkan darah mati pada mata
Jiwa sosial doktor yap semakin menjadi, saat mendapati banyaknya penyandang tuna netra mendtanginya. 12 september 1926 didirikan sebuah lembaga yang bertujuan memberikan ketrampilan kepada penyandang tuna netra. Sebuah panti yang memberi pendidikan membaca dan ketrampilan hidup bagi penyandang tuna netra. Inilah awal balai mardi wuto dirintis
Kedatangan jepang, membuat rumah sakit ini berganti nama menjadi rumah sakit mata dokter yap. Dokter yap hong tjoen mempunyai dua istri. Dari istri pertama nya Tan Souw Lee, dianugrahi 3 anak salah satunya Yap Kie Tiong. Yap Kie Tiong juga menjalani studi di negeri belanda hingga menjadi doktor mata. Pada tahun 1948 dokter Yap Kie Tiong pulang ke tanah air. Pada tahun 1949 dokter Yap Hong Tjoen meninggalkan tanah airnya ke negeri belanda dan meninggal dunia. doktor Yap Hong Tjoen menyerahkan rumah sakit kepada putranya.
Dalam mengelola rumah sakit dokter Yap Kie Tiong termasuk sosok disiplin. menurut hermanus utomo saat usianya masih 6 tahun, dirinya masih mengingat bahwa dokter Yap Kie Tiong selalu memegangprinsip bahwa kebersihan menjadi kunci kesehatan di rumah sakit ini. tak segan segan dirinya menegur karyawannya yang sembarangan membuang puntung rokok.
Tak beda dengan dokter yap hong tjoen, Yap Kie Tiong juga berjiwa besar dalam mengamalkan ilmunya bagi masyarakat. Tenaga kerja rumah sakit pun semakin banyak dari 41 orang pada tahun 1949 hingga 68 orang pada tahun 1963
Kondisi masyarakat saat kepemimpinan dokter yap kie tiong lebih banyak didominasi oleh penyakit trachoma. Meski pelan prosesntase penyakit ini semakin menurun. Penyakit kedua katarak, glukoma dan xenoftalmia atau penyakit karen akekurangan vitamin A. khusus katarak dan glukoma merupakan penyakit penyebab kebutaan
Dokter yap kie tiong beristrikan oei hong nio dan tidak mempunyai anak. 9 Januari 1969 Yap Kie Tiong meninggal dunia, dan dimakamkan di Melisi Bantul.
Inilah rumah sakit mata dokter Yap. hingga sekarang kiprahnya pada pengobatan mata menjadi bagian penting pada kesehatan mata di Yogyakarta. semua ini tidak bisa dilepas dari kiprah warga tionghoa. dokter Yao Hong Tjoen dan dokter Yap Kie Tiong