Senin, 22 September 2008

Ratusan Piring berisi Makanan berjajar Sadranan Gempol


Ada geliat yang berbeda di desa gempol kecamatan karanganom klaten siang hari itu. Tak seperti biasanya, desa ini terlihat ramai. Memang ada yang istimewa hari itu/ bertepatan tanggal 18 ruwah/ warga gempol menyelenggarakan nyadran. Nyadran adalah suatu tradisi masyarakat jawa yang dilakukan setahun sekali di bulan ruwah atau menjelang bulan puasa. Ruwah sendiri memiliki akar kata “arwah” konon dari arti kata itu, bulan ruwah dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur.

Sedangkan nyadran/ berasal dari bahasa arab “sadran” dan jawa kawi ”srada” yang berarti dada, yaitu saling berhadap-hadapan antara leluhur dengan yang masih hidup. Sehingga, secara umum, nyadran dapat dimaknai sebagai masa untuk menghormati leluhur oleh sanak saudara yang masih berada di dunia. Menilik sejarahnya, nyadran merupakan tradisi yang diawali pada jaman majapahit. Pada jaman itu ratu tribuana tunggadewi ingin melakukan doa kepada nenek moyangnya. Maka disiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Di masa walisongo/ tradisi tersebut lantas diadopsi karena senafas untuk mendoakan leluhur di alam baka. Hanya saja sesaji yang dibuat tidak lagi diperuntukkan para dewa, namun sebagai sarana sedekah kepada kaum papa.

Di desa gempol sendiri/ tradisi nyadran telah mengakar sejak dulu kala. Bahkan banyak warga gempol tak tahu pasti sejak kapan tradisi tahunan itu dilaksanakan. Yang pasti, warga gempol senantiasa setia melaksanakan tradisi itu setiap tahunnya. Berbeda dengan desa-desa lainnya, desa gempol terbilang paling kental dalam melestarikan tradisi nyadran. Belum pernah mereka absen dalam tradisi ini. Dipercaya, bila tak melakukan nyadran, akan terjadi hal-hal buruk pada warga.

Keseriusan nyadran dapat terbukti juga dengan mudiknya sanak saudara ke kampung halamannya, hanya sekedar untuk mengikuti ritual dan bertemu saudara.

Sehari sebelum upacara nyadran digelar, diadakan besik atau bebersih makam. Lantas, pada malam harinya warga bertahlil di masjid. Hingga pagi, banyak orang hilir mudik membawa berbagai macam makanan dan uba rampe ke makam. Ya mereka berkumpul bersama satu dusun di makam dusun sembari membawa sarana. Ada yang unik, piring-piring berisi makanan dibawa dengan menggunakan tenong/ dan jodhang setiap keluarga diwajibkan menyediakan minimal 15 piring namun tak jarang keluarga yang mampu/ justr menyiapkan puluhan piring. Piring-piring berisi makanan itu lantas ditata berjajar di atas tikar yang digelar di pelataran luar makam. Makanan yang disajikan sangat beragam/ kue-kue, aneka jajanan pasar, buah-buahan, dan banyak lagi. Bahkan ada pula makanan yang kini jarang dijumpai, seperti sate kolang-kaling, bangketan, madu mongso, kue satu, dan kue jahe. Makin banyak

Riuh rendah antusias warga makin kentara menjelang acara dimulai. Tua, muda, semua hanyut dalam kemeriahan nyadran. Sambutan yang diberikan perangkat desa menandakan acara telah dimulai. Para warga pun mulai menempati gelaran tikar dengan rapi. Di tengah-tengah sambutan, terlihat warga yang berkeliling meminta sedekah. Pemberian sedekah ini oleh warga gempol disebut ‘wajib’. Ternyata cukup banyak sedekah yang terkumpul kali ini, 765 ribu rupiah. Nantinya sedekah ini akan digunakan untuk mendanai segala biaya yang telah dikeluarkan untuk nyadran. Sisanya, digunakan untuk memperbaiki fasilitas sosial di dusun gempol. Lantunan doa pun dibacakan, sesekali melafalkan kata ”amin” dengan lantang, menandakan semangat serta kemantapan hati.

Selesai doa, setiap warga memakan makanan yang digelar. Ada yang tukar-menukar kue, ada pula yang asyik berbincang dengan sanak saudara. Sesekali tampak saling bersenda gurau, bahkan anak-anak pun tertawa renyah. Anak-anak pun dengan semangat berkeliling mengumpulkan aneka makanan. Tak heran, kantong plastik yang mereka bawa tampak penuh. Beberapa warga malah asyik menyantap nasi ambengan, yaitu nasi gurih dengan berbagai macam lauk, seperti ingkung ayam, telur, sayuran, dan lain-lain. Beramai-ramai warga tampak bersemangat menawarkan kepada pengunjung untuk bergabung bersama. Akhirnya, semua makanan pun habis tak bersisa. memang harus demikian, sebab menurut adat setempat, bila makanan tidak habis disebut ’ora ilok’. Nyadran tak sekadar ziarah ke makam leluhur. Namun sarat dengan nilai sosial budaya. Dari sini terjalin hubungan kekerabatan, kebersamaan, dan pengorbanan di antara warga. Semoga tradisi ini senantiasa lestari sehingga dapat dijadikan wahana perekat sosial dan sarana membangun jati diri bangsa.

Prasasti Tionghoa di Kraton Yogyakarta


Sebuah prasasti berhuruf jawa cina berdiri tegak di dalam kraton ngayogyokarto hadiningrat. Inilah salah satu prasasti tugu dari dua prasasti yang menyimpan sejarah hubungan warga tionghoa di Jogjakarta.

Awalnya prasasti setinggi satu meter ini disiapkan sebagai penghargaan atas penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sayangnya gejolak di daratan tiongkok, tempat batu prasasti dipesan, menyebabkan prasasti ini terlambat dalam penyelesaian. Penggagas prasasti ini berjumlah delapan orang. Mereka adalah
1. Lie Ngo An (Mantan Kapitan Tionghoa Di Jogjakarta)
2. Dr Siem Kie Ay (Dokter Umum)
3. Tio Poo Kia (pedagang)
4. Ir Liem Ing Hwie (Anggota DPA RI)
5. Lie Gwan Ho (pengusaha toko mas)
6. Tan Koo Liat (pedagang)
7. Oen Tjoen Hok (pengusana restoran)
8. Sie Kee Tjie (pengusaha batik)
Insinyur Liem Ing Hwie lah yang menjadi ketua panitia persembahan prasasti tugu tionghoa ini. Selama masa revolusi dan perbaikan batu prasasti ini disimpan di halaman rumah insinyur Liem Ing Hwie di gondolayu. Liem Ing Hwie, adalah tionghoa yang aktif dalam perdagangan, dan pendidikan. Liem Ing Hwie juga pernah menjadi anggota dewan pertimbangan agung republik Indonesia.
Setelah lama menunggu
Begitu keadaan berangsur normal, pada tanggal 18 maret 1951 hari selasa legi, 20 jumadilakir alip 1883, Liem Ing Hwie bersama rekannya menyerahkan batu prasasti ini. Tepatnya pada hari ulang tahun penobatan tahta sultan.
Upacara dilaksanakan di bangsal Srimanganti Kraton Yogyakarta. Penyerahan prasasti dihadiri oleh para pangeran. Lima dari delapan tokoh tionghoa dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Oleh kraton, prasasti ini ditempatkan di depan tepas Hapitopuro, belakang bangsal Trajumas yang runtuh akibat gempa. Candra sengkala prasasti tugu tionghoa berbunyi

Jalma Wahana Dirada Hing Wungkulan

Jalma wahana dirada hing wungkulan memiliki arti manusia mengendarai gajah diatas meja bundar. Angka yang terbaca dalam candra sengkala prasasti menunjuk angka tahun jawa 1871.

Dal 1871
adalah tahun penobatan sri sultan hamengku buwono sembilan.

Candra Sengkala
JALMA WAHANA DIRADA HING WUNGKALAN
1 7 8 1
tahun jawa 1871


Dalam Prasasti ini memang terukir relief gajah dan dibawahnya terdapat ukiran burung hong -burung pembawa rejeki. Di bagian depan terukir dua naga. Naga merupakan binatang yang dipercaya membawa keberuntungan. Dalam mitologi cina, populer disebut ki lien, yang berkarakter perkasa. Dua tulisan yang terukir memiliki arti pandangan warga tionghoa terhadap Sultan IX dan kepemimpinannya. Khusus tulisan jawa ternyata berbentuk sebuah kinanti. kinanti merupakan syair yang ditembangkan laiknya macapat. setiap syair dapat dirubah dan dibuat tergantung dari tujuannya.

Kinanti ini terdiri dari lima bait yang tersusun secara berurutan, mulai dari gambaran sebuah kraton yang sejahtera, dipimpin oleh sang raja bijaksana, dan siapapun yang tinggal diwilayahnya pasti tentram dan harmonis. Akhirnya ucapan terimakasih itu tersampaikan pada bait kelima.

1. Ing Mataram duk rumuhun, telenging karaton jawi, mangkya mangku buwono, nglenggahi damper mulyadi
2. Prabaweng Pangwasa Prabu, muncarken prabeng herbumi, mangku sarawediningrat, Dera nrusken hujwalaning, keprabon Jeng Sri Mahraja, Lir lumaraping jemparing

3. Tumujweng leres neripun, susatya tuwin mahoni, pamengku nireng buwono. Lus manis cipta tresnasih sih marma mring bangsa Tionghoa, asli saking manca nagri
4. penrenahken manggenipu, ing papan ingkang pakolih laras lan upajiwanya, kang limrah samya mong gramin ing riki nagari harja, tentrem pra dasih geng alit.
5. Bangsa Tinghoa Matur Nuwun/ Harsayeng Tyas Tanpa Pamitan Bangkit Angucapana/ Mengkya Kinertyang Sela Mrih Enget Saklami Laminya/ Rat Raya Masih Lestari

Sementara tulisan mandarin dalam prasasti ini juga bermakna sama. Ungkapan ketenangan warga tionghoa hidup dan bekerja di wilayah yogyakarta.

Waktu telah berlalu, generasi tua berganti. Umur prasasti ini pun mencapai usia lebih dari 60 tahun. Adalah Bernie Liem, menantu dari insinyur Liem Ing Hwie kini mewarisi prasasti ini. Berni lien memang awalnya tidak secara langsung terlibat dengan saat bersejarah itu. Suami tercinta lah yang membuat dirinya berkewajiban melestarikan prasasti ini. Apa yang dilakukan oleh liem ing hwie membawa dampak yang besar pada keluarga besarnya. paling tidak, mereka mempunyai pandangan yang berbeda tentang jogja dan Keharmonisan hubungan etnis.

Jumat, 19 September 2008




Sebuah bangunan bergaya belanda masih menunjukkan kekokohannya di jalan cik di tiro yogyakarta. Inilah bangunan rumah sakit mata dokter yap. Berdiri pada tanggal 21 november 1923, peletakan batu pertama rumah sakit mata ini dilakukan oleh sri sultan hamengku buwono 8.
Rumah sakit mata dokter yap seakan menjadi bukti kiprah warga tionghoa pada masa perjuangan. kiprah ini menjadi perbendaharaan sejarah, bahwa warga tionghoa mempunyai andil besar pada bangsa ini. Andil itu berbentuk perhatian pada kesehatan mata masyarakat Indonesia.
Adalah doktor yap hong tjoen seorang tionghoa kelahiran yogyakarta 30 maret 1885, sang ofthalmolog dari jogja . Hidup pada masa pendudukan belanda pertama, yap kecil lebih beruntung dibanding anak seusianya karena berkesempatan mengenyam pendidikan hingga ke leiden belanda. Hingga pada tanggal 24 januari 1919 yap hong tjoen berhasil meraih gelar dokter ilmu penyakit mata dengan disertasi pada persoalan penyakit glukoma.
Angan-angan mendirikan klinik mata telah lama dipikirkan, hal ini diperkuat oleh banyaknya masyarakat hindia belanda yang menderita penyakit mata dan kebutaan. tercatat penyakit terbanyak adalah trakhoma dan kekurangan vitamin A. setelah meraih gelar dokter pada tahun 1919 doktor yap hong tjoen kembali ke tanah air. bersama beberapa warga tionghoa dan orang belanda yang tinggal di hindia belanda mendirikan perkumpulan ahli mata, centrale vereeniging tot bevordering der oogheelkunde in nederlandsch-indie,disingkat c-v-o
Perkumpulan ini berkedudukan di Batavia, dijabat oleh seorang ketua bernama Khouw Kim Am, dan 10 orang komisaris salah satunya doktor yap hong tjoen.
Cvo mempunyai tujuan menolong penderita penyakit mata, memberantas kebutaan dan memperbaiki nasib penyandang tunanetra serta memajukan ilmu penyakit mata
Guna mencapi tujuan tersebut maka dilakukan beberapa usaha, mulai dari mendirikan rumah sakit mata, memberi pelayanan pemeriksaan mata di kampung dan desa, mendirikan lembaga tuna netra, hingga rekomendasi kepada pemerintah.
Pada tahun 1921 doktor yap hong tjoen memulai kegiatannya dengan membuka balai pengobatan mata di jalan gondolayu yogyakarta. Saat ini bangunannya digunakan untuk kantor pos gondolayu. waktu itu penderita yang perlu dioperasi dikirim ke rumah sakit petronella, atau Bethesda.
Kebutuhan yang semakin besar membuat doktor yap mencari tambahan dana untuk membesarkan balai ini. Setahun kemudian kraton yogyakarta menawarkan tanah seluas 2.955 meter persegi di sebelah barat jalan yap boulevard rumah sakit ini dibangun. Oleh cvo, doktor yap diangkat menjadi direktur rumah sakit. 22 maret tahun 1923 rumah sakit bernama prinses juliana gasthuis voor ooglijders dibuka. Rumah sakit ini juga sering disebut rumah sakit cvo
Dengan keahliannya doktor yap melayani setiap pasien. Tanpa membedakan status sosial, semua pasien mendapat kesempatan sama. Saat itu tenaga kerjanya hanya 2 dokter dan 8 juru rawat. Meski demikian rumah sakit ini telah menggunakan peralatan mata modern bahkan terlengkap pada jamannya. tempat tidur periksa, perimeter untuk mengukur daya lihat tepi, inventum untuk membiakkan jamur mata, Lapang pandang, sol lux untuk menghilangkan darah mati pada mata
Jiwa sosial doktor yap semakin menjadi, saat mendapati banyaknya penyandang tuna netra mendtanginya. 12 september 1926 didirikan sebuah lembaga yang bertujuan memberikan ketrampilan kepada penyandang tuna netra. Sebuah panti yang memberi pendidikan membaca dan ketrampilan hidup bagi penyandang tuna netra. Inilah awal balai mardi wuto dirintis
Kedatangan jepang, membuat rumah sakit ini berganti nama menjadi rumah sakit mata dokter yap. Dokter yap hong tjoen mempunyai dua istri. Dari istri pertama nya Tan Souw Lee, dianugrahi 3 anak salah satunya Yap Kie Tiong. Yap Kie Tiong juga menjalani studi di negeri belanda hingga menjadi doktor mata. Pada tahun 1948 dokter Yap Kie Tiong pulang ke tanah air. Pada tahun 1949 dokter Yap Hong Tjoen meninggalkan tanah airnya ke negeri belanda dan meninggal dunia. doktor Yap Hong Tjoen menyerahkan rumah sakit kepada putranya.
Dalam mengelola rumah sakit dokter Yap Kie Tiong termasuk sosok disiplin. menurut hermanus utomo saat usianya masih 6 tahun, dirinya masih mengingat bahwa dokter Yap Kie Tiong selalu memegangprinsip bahwa kebersihan menjadi kunci kesehatan di rumah sakit ini. tak segan segan dirinya menegur karyawannya yang sembarangan membuang puntung rokok.
Tak beda dengan dokter yap hong tjoen, Yap Kie Tiong juga berjiwa besar dalam mengamalkan ilmunya bagi masyarakat. Tenaga kerja rumah sakit pun semakin banyak dari 41 orang pada tahun 1949 hingga 68 orang pada tahun 1963
Kondisi masyarakat saat kepemimpinan dokter yap kie tiong lebih banyak didominasi oleh penyakit trachoma. Meski pelan prosesntase penyakit ini semakin menurun. Penyakit kedua katarak, glukoma dan xenoftalmia atau penyakit karen akekurangan vitamin A. khusus katarak dan glukoma merupakan penyakit penyebab kebutaan
Dokter yap kie tiong beristrikan oei hong nio dan tidak mempunyai anak. 9 Januari 1969 Yap Kie Tiong meninggal dunia, dan dimakamkan di Melisi Bantul.
Inilah rumah sakit mata dokter Yap. hingga sekarang kiprahnya pada pengobatan mata menjadi bagian penting pada kesehatan mata di Yogyakarta. semua ini tidak bisa dilepas dari kiprah warga tionghoa. dokter Yao Hong Tjoen dan dokter Yap Kie Tiong

Kisah Hidup dr Yap

Sebuah bangunan bergaya belanda masih menunjukkan kekokohannya di jalan cik di tiro yogyakarta. Inilah bangunan rumah sakit mata dokter yap. Berdiri pada tanggal 21 november 1923, peletakan batu pertama rumah sakit mata ini dilakukan oleh sri sultan hamengku buwono 8.
Rumah sakit mata dokter yap seakan menjadi bukti kiprah warga tionghoa pada masa perjuangan. kiprah ini menjadi perbendaharaan sejarah, bahwa warga tionghoa mempunyai andil besar pada bangsa ini. Andil itu berbentuk perhatian pada kesehatan mata masyarakat Indonesia.
Adalah doktor yap hong tjoen seorang tionghoa kelahiran yogyakarta 30 maret 1885, sang ofthalmolog dari jogja . Hidup pada masa pendudukan belanda pertama, yap kecil lebih beruntung dibanding anak seusianya karena berkesempatan mengenyam pendidikan hingga ke leiden belanda. Hingga pada tanggal 24 januari 1919 yap hong tjoen berhasil meraih gelar dokter ilmu penyakit mata dengan disertasi pada persoalan penyakit glukoma.
Angan-angan mendirikan klinik mata telah lama dipikirkan, hal ini diperkuat oleh banyaknya masyarakat hindia belanda yang menderita penyakit mata dan kebutaan. tercatat penyakit terbanyak adalah trakhoma dan kekurangan vitamin A. setelah meraih gelar dokter pada tahun 1919 doktor yap hong tjoen kembali ke tanah air. bersama beberapa warga tionghoa dan orang belanda yang tinggal di hindia belanda mendirikan perkumpulan ahli mata, centrale vereeniging tot bevordering der oogheelkunde in nederlandsch-indie,disingkat c-v-o
Perkumpulan ini berkedudukan di Batavia, dijabat oleh seorang ketua bernama Khouw Kim Am, dan 10 orang komisaris salah satunya doktor yap hong tjoen.
Cvo mempunyai tujuan menolong penderita penyakit mata, memberantas kebutaan dan memperbaiki nasib penyandang tunanetra serta memajukan ilmu penyakit mata
Guna mencapi tujuan tersebut maka dilakukan beberapa usaha, mulai dari mendirikan rumah sakit mata, memberi pelayanan pemeriksaan mata di kampung dan desa, mendirikan lembaga tuna netra, hingga rekomendasi kepada pemerintah.
Pada tahun 1921 doktor yap hong tjoen memulai kegiatannya dengan membuka balai pengobatan mata di jalan gondolayu yogyakarta. Saat ini bangunannya digunakan untuk kantor pos gondolayu. waktu itu penderita yang perlu dioperasi dikirim ke rumah sakit petronella, atau Bethesda.
Kebutuhan yang semakin besar membuat doktor yap mencari tambahan dana untuk membesarkan balai ini. Setahun kemudian kraton yogyakarta menawarkan tanah seluas 2.955 meter persegi di sebelah barat jalan yap boulevard rumah sakit ini dibangun. Oleh cvo, doktor yap diangkat menjadi direktur rumah sakit. 22 maret tahun 1923 rumah sakit bernama prinses juliana gasthuis voor ooglijders dibuka. Rumah sakit ini juga sering disebut rumah sakit cvo
Dengan keahliannya doktor yap melayani setiap pasien. Tanpa membedakan status sosial, semua pasien mendapat kesempatan sama. Saat itu tenaga kerjanya hanya 2 dokter dan 8 juru rawat. Meski demikian rumah sakit ini telah menggunakan peralatan mata modern bahkan terlengkap pada jamannya. tempat tidur periksa, perimeter untuk mengukur daya lihat tepi, inventum untuk membiakkan jamur mata, Lapang pandang, sol lux untuk menghilangkan darah mati pada mata
Jiwa sosial doktor yap semakin menjadi, saat mendapati banyaknya penyandang tuna netra mendtanginya. 12 september 1926 didirikan sebuah lembaga yang bertujuan memberikan ketrampilan kepada penyandang tuna netra. Sebuah panti yang memberi pendidikan membaca dan ketrampilan hidup bagi penyandang tuna netra. Inilah awal balai mardi wuto dirintis
Kedatangan jepang, membuat rumah sakit ini berganti nama menjadi rumah sakit mata dokter yap. Dokter yap hong tjoen mempunyai dua istri. Dari istri pertama nya Tan Souw Lee, dianugrahi 3 anak salah satunya Yap Kie Tiong. Yap Kie Tiong juga menjalani studi di negeri belanda hingga menjadi doktor mata. Pada tahun 1948 dokter Yap Kie Tiong pulang ke tanah air. Pada tahun 1949 dokter Yap Hong Tjoen meninggalkan tanah airnya ke negeri belanda dan meninggal dunia. doktor Yap Hong Tjoen menyerahkan rumah sakit kepada putranya.
Dalam mengelola rumah sakit dokter Yap Kie Tiong termasuk sosok disiplin. menurut hermanus utomo saat usianya masih 6 tahun, dirinya masih mengingat bahwa dokter Yap Kie Tiong selalu memegangprinsip bahwa kebersihan menjadi kunci kesehatan di rumah sakit ini. tak segan segan dirinya menegur karyawannya yang sembarangan membuang puntung rokok.
Tak beda dengan dokter yap hong tjoen, Yap Kie Tiong juga berjiwa besar dalam mengamalkan ilmunya bagi masyarakat. Tenaga kerja rumah sakit pun semakin banyak dari 41 orang pada tahun 1949 hingga 68 orang pada tahun 1963
Kondisi masyarakat saat kepemimpinan dokter yap kie tiong lebih banyak didominasi oleh penyakit trachoma. Meski pelan prosesntase penyakit ini semakin menurun. Penyakit kedua katarak, glukoma dan xenoftalmia atau penyakit karen akekurangan vitamin A. khusus katarak dan glukoma merupakan penyakit penyebab kebutaan
Dokter yap kie tiong beristrikan oei hong nio dan tidak mempunyai anak. 9 Januari 1969 Yap Kie Tiong meninggal dunia, dan dimakamkan di Melisi Bantul.
Inilah rumah sakit mata dokter Yap. hingga sekarang kiprahnya pada pengobatan mata menjadi bagian penting pada kesehatan mata di Yogyakarta. semua ini tidak bisa dilepas dari kiprah warga tionghoa. dokter Yao Hong Tjoen dan dokter Yap Kie Tiong

Selasa, 15 Juli 2008

Gerakan Perempuan Swakelola Sampah


Urusan rumah tangga tak lagi menjadi ranah domestik, sebuah ranah yang selalu terpinggirkan. Ditengah usaha mengesampingkan ranah domestic ternyata wilayah ini menyimpan sebuah potensi yang dapat menjadi modal kekuasaan bagi siapa saja yang mengelolanya.
Kita ketahui bersama, urusan rumah tangga dalam konteks pembagian kerja dalam paham feminis apapun jatuh pada perempuan. Pandangan ini kemudian menempatkan kaum perempuan mengambil peran ekspresif yaitu peran pengentalan hubungan, dukungan emosional dan pembinaan kualitas keluarga. Para penganut pandangan ini juga menempatkan peran ini sebagai wilayah yang tidak produktif.
Berbeda konteks beda pula cara pandangannya. Urusan rumah tangga di wilayah dusun Klajuran, desa Sidokarto, kecamatan Godean, kabupaten Sleman menjadikan ranah domestik rumah tangga sebagai dasar gerakan menuju pengakuan publik. Hebatnya pula kunci gerakan ini secara kontinyu dipelihara oleh kaum perempuan. Para perempuan dusun Klajuran berhasil mengangkat dusun Klajuran pada kemajuan hanya dengan mengelola sampah rumah tangga. Bahkan kaum laki laki yang "menguasai" lembaga formal seperti kepala dusun, LKMD mengakui keberhasilan ini sebagai bagian dari berhasilnya partisipasi kaum perempuan dalam proses pembangunan dusun sekaligus suksesnya pengorganisasian lembaga PKK di dusun Klajuran.
Dasar Swakelola Klajuran
Dusun klajuran telah lama berdiri bahkan dari penuturan sesepuh dusun telah mencapai usia lebih dari 50 tahun. Hal ini dibuktikan dengan tujuh rumah asli berbentuk pendopo jawa di wilayah Klajuran yang masih tegak berdiri hingga sekarang. Masing masing rumah pendopo ini berumur lebih dari 50 tahun bahkan ada yang mencapai 100 tahun. Dapat dipastikan bahwa di usia pendopo jawa itu dibangun dusun Klajuran telah berdiri.
Dusun Klajuran terletak di sebelah barat daya kabupaten Sleman atau sekitar 8 kilometer arah barat kota Yogyakarta. Luas wilayahnya 191.101m² dengan jumlah penduduk 510 orang yang terdiri dari 264 perempuan dan 246 laki laki. Melihat lokasinya, dusun klajuran merupakan dusun di pinggir kota yang dikelilingi lahan pertanian. Meski demikian hanya 6 orang saja yang berprofesi sebagai petani, sementara pekerjaan lain justru didominasi oleh buruh, pedagang, karyawan, dan PNS.
Tata ruang dusun Klajuran termasuk dalam hitungan kepadatan tinggi. Hal ini terlihat dari tata bangunan rumah yang berhimpitan satu sama lain tanpa menyisakan jalan dusun. Konsep jalan tembus dusun mirip seperti lorong jalan perkotan dengan lebar terbatas bahkan hanya cukup untuk lalu lintas motor dan pejalan kaki. Meski demikian bukan berarti rumah mereka bertipe kecil, nuansa rumah dusun masih tetap terjaga yaitu rumah yang besar dengan kamar yang banyak sekaligus halaman yang luas dengan pagar tepat membatasi jalanan.
Suasana yang harmonis, nyaman dan tenang di dalam dusun membuktikan ikatan kekerabatan mereka begitu dekat. Kecuali mereka memegang konsep keharmonisan juga karena banyak dari mereka yang masih satu kekerabatan. Saking dekatnya diantara mereka tersebar pandangan bila gak sempat menanak nasi tinggal minta aja di tetangga, mereka pasti akan memberinya. Inilah wujud kekerabatan dusun yang masih tersisa dan menjadi kunci kebersaman yang terjaga.
Kebersamaan ini seklaigus menjadi dasar dalam memegang konsep hidup bersih dan indah. Setiap kepala keluarga menjadikan perilaku ini sebagai kebiasaaan. Tercatat sejak tahun 1990 an budaya ini mulai dimasukkan sebagai program dusun dengan perhatian yang lebih banyak pada pengelolaan kebersihan dan kesehatan. Program ini direalisasikan dengan pengelolaan kebersihan dan penghijauan dusun bahkan dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sendiri. Kebiasaan ini mendapat perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah, LSM, hingga perusahaan swasta kesehatan. Baru tahun 2005 sebuah warga dusun sepakat bahwa hidup sehat dan indah tersebut perlu ditingkatkan yaitu dengan mengelola sampah secara mandiri dan produktif. Pengelolaan ini dilakukan secara serempak untuk semua warga namun dalam perjalannya justru kaum perempuan dusun lah yang aktif mengembangkan program tersebut.
Para Perempuannya
Kaum perempuan dusun Klajuran sebenarnya tak beda dengan perempuan dusun lain. Para perempuan ini adalah perempuan yang memiliki keluarga dengan konsep hidup keluarga jawa. Beberapa diantara mereka bekerja di luar rumah namun juga banyak yang tetap menjaga rumah sebagai menjadi ibu rumah tangga. PKK adalah salah satu organisasi yang anggotanya kaum perempuan dusun. PKK menyelenggarakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk bermusyawarah, membicarakan kegiatan ibu dan anak serta pelaksanaan program kerja untuk menunjang keberhasilan pembangunan di bidang kebersihan, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Selain PKK juga terdapat dasa wisma, dasa wisma juga hanya menyelenggarakan pertemuan sebulan sekali, namun organisasi ini merupakan organisasi sub dusun yang lebih kecil, tercatat terdapat sembilan dasa wisma di dusun ini.
Aktivitas para perempuan di dusun ini memang lebih banyak dihabiskan di rumah. Mereka yang bekerja sebagai buruh atau karyawan di lembaga formal meninggalkan rumah sekitar delapan jam sehari untuk kemudian kembali ke rumah. Dalam hal pekerjaan rumah para perempuan ini tidak luput dari pekerjaan seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, hingga mengurus anak. Di luar konflik pembagian kerja domestik, tata ruang hidup bertetangga yang berdekatan sedikit banyak membentuk karakter masyarakat -diantaranya perempuan- yang peduli pada kehidupan bermasyarakat. Segala permasalahan hidup bermasyarakat apalagi yang berdampak besar secara umum cepat tersiar. Hal ini tidak lepas dari pola komunikasi antar tetangga yang dilakukan oleh para perempuan. Mereka menjadi agen penyebar informasi seputar permasalahan dan kebijakan dusun.
Hal ini menyiratkan bahwa para perempuan di dusun ini memang lebih teliti dalam hal rumah tangga dan hidup bertetangga. Perubahan dan pembaharuan dalam hidup sehat dan bersih terutama penerapan kebijakan pemilahan sampah rumah tangga memang tidak berjalan mulus sejak awal. Para perempuan yang akhirnya secara intensif bersentuhan langsung dengan perangkat perangkat hidup sehat keluarga terutama persoalan produksi sampah buang. Pada awalnya memang pandangan parsial bahwa pola hidup buang sampah sembarangan di lahan sendiri merupakan privasi mereka, masih dipegang erat. Untungnya kesepatakan bersama tentang pengelolaan sampah merubah mulai dari pembiasaan, hingga sanksi.
Jejak Ekologi Perempuan Klajuran
Konsep jejak ekologi berasal dari ecological footprint analysis kaum ekologian. Jejak ekologi adalah tolak ukur pemanfaatan (demand) manusia atas sumber alam dan ekosistem. Pandangan ini memperbandingkan pola konsumsi manusia atas sumber alam dengan kemampuan alam untuk memperbarui sumber alam tersebut. Jejak ekologi mampu menilai sejauh mana tingkat konsumsi manusia dalam mempengaruhi kualitas lingkungan hidup dan seberapa besar akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Metode ini menghitung secara cepat dan akurat untuk perorangan dalam ukuran waktu tertentu dengan cara menghitung produk konsumsi harian manusia.
Produksi sampah buang di dusun Klajuran dapat kita lihat secara jelas dengan metodemembaca ejak ekologi perempuan Klajuran. Para perempuan ini paling mengetahui pola konsumsi keluarga karena merekalah yang mengolah kebutuhan keluarga terutama konsumsi makanan. Keluarga yang terdiri minimal 3 anggota memiliki pola konsumsi yang hampir sama dalam hitungan harian. Tiap hari hingga seminggu keluarga akan menggunaan sabun dan sampo untuk mandi, belanja dan memasak. Semuanya menghasilkan sampah buang seperti plastik, dan kertas. Dan benar adanya sejak program kelola sampah mandiri pada tahun 2005 produksi tercatat produksi sampah buang rata rata di dusun Klajuran didominasi oleh sampah plastik dan sampah kertas diurutan kedua. Bayangkan bila satu keluarga setiap hari membuang plastik bungkus makanan? Berapa sampah akan dihasilkan bila kita kalikan dengan dengan jumlah kepala keluarga satu dusun.
Penggunaan plastik secara berlebihan memang tak bisa dihindari. Aktivitas belanja para perempuan ini yang dimngkinkan di sekitar rumah mereka seperti warung dan toko kecil semuanya menawarkan sampah buah dalam bentuk plastik. Keputusan untuk menggunakan plastik atau tidak memang tidak memandang jenis kelamin, siapa saja dapat berlaku tidak ramah lingkungan. Namun posisi perempuan yang dekat dengan lalu lintas konsumsi produk dalam rumah tangga menjadikan posisi perempuan menjadi penting dalam mengkontrol prosuksi sampah buang.
Partisipasi Perempuan Dalam Pengelolaan Sampah
Kebiasaan hidup bersih dan sehat yang diturunkan menjadi budaya yang sulit untuk dihilangan. Budaya ini baik adanya dan menjadi dasar gerakan pengelolaan sampah secara mandiri dan terpadu di dusun klajuran. Setiap warga dikenai kewajiban untuk peduli dengan pengelolaan sampah rumah tangga, tanpa pengecualian mulai dari laki laki dewasa perempuan hingga anak-anak. Sosialisasi formal dari dusun atau lembaga luar sekedar menjadi pemicu. Paskasosialisasi formal ini menjadi tugas para warga untuk terus aktif di tingkat keluarga. Disinilah peran perempuan diuji di tingkat keluarga, meski tidak bisa begitu saja dipasrahkan kepada perempuan. Konsep keluarga menjadi tanggung jawab bersama tetap terjaga namun perempuan Klajuran mengaktifkan diri sesuai dengan komitmen yang mereka serukan dalam tiap kali pertemuan PKK. Seruan itu memposisikan bahwa tiap perempuan menjadi kader aktif rumah tangga, sekaligus menjadi agen pendidik anggota keluarga untuk hidup bersih dan sehat.
Sebagai kader aktif, para perempuan ini selalu mengevaluasi program PKK yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kebersihan, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pertemuan ini sekaligus memantau apa saja hambatan dan siapa saja anggota PKK yang belum melaksanakan program tersebut diatas. Sebagai kader aktif para perempuan dusun ini menjabarkan kegiatannya mulai dari belanja dan memasak. Sampah buang berbentuk plastik bungkus dan sisa sayuran dipilah. Sampah sisa sayuran masuk dalam sampah organik sementara sampah plastik bungkus masuk ke tempat sampah non organik. Para agen keluarga ini tak sekedar membuang segala jenis sampah, tetapi memastikan sampah plastik tersebut kering dan bersih. Artinya para ibu rumah tangga ini harus memastikan sampah plastik bekas bungkus daging atau makanan basah agar bersih dengan dicuci sehingga penampungan sampah plastik tetap terjaga kesehatan dan kebersihannya. Penyuluhan dan pendampingan terhadap tetangga tetap dilakukan bagi yang belum maksimal melaksanakan program diatas. Pilihan strategi selain kesadaran bahwa program ini tidak hanya menyehatkan tetapi juga memberi keuntungan secara ekonomis.
Konkretnya tiap rumah di dusun Klajuran diberi fasilitas tempat sampah terpisah oleh dusun. Produksi sampah buang rumah tangga terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan non organik. Sampah organik telah disiapkan tempat sampah berbentuk gentong tertutup dan baru diambil petugas setelah 6 sampai 8 bulan. Selama waktu itu sampah organik secara otomatis akan manjadi kompos. Bagi sampah non organik yang terdiri dari plastik, kertas, kaca, karet dan kaca, disiapkan tiga tempat sampah untuk plastik, kertas, dan kaca. Tiap kali sampah sampah ini penuh maka dimasukkan ke tempat penampungan sampah besar untuk beberaa rumah hingga akhirnya diambil petugas untuk di kumpulkan di tempat penampungan besar di pinggir dusun. Sampah sampah ini dikelola oleh petugas untuk kemudian dijual ke penadah. Hasil dari penjualan sampah non organik digunakan untuk membayar petugas dan sisanya masuk dalam dalam kas dusun. Dari kas dusun tersebut bermanfaat untuk pelaksanaan program kesehatan, peningkatan gisi anak hingga pembangunan sarana dan prasarana dusun.
Sebagai agen pendidik keluarga, seorang perempuan kembali menjalankan fungsi ekspresifnya dalam membina kualitas keluarga. Kontrol itu dilakukan dengan pendekatan personal dan komunikatif sebagai contoh pembiasaan anak dalam membuang sampah pada tempatnya tentu saja dengan penjelasan yang rasional. Begitu pula dengan semua orang di dalam rumah, termasuk suami. Kontrol ini berlanjut hingga berkembang pada beberapa permasalahan diantarannya beberapa jenis sampah yang mungkin terdiri dari beberapa jenis. Bila merokok adalah perilaku tidak sehat dapat diupayakan untuk dikurangi namun proses mengurangi tetap menjadikan puntung rokok dibuang. Kemanakah sampah ini dibuang? Terjadilah kesepakatan dalam keluarga, sang istri berada dalam daya tawar yang sama ketika materi pembicaraan merupakan hal yang telah disepakati harus dilakukan.
Belajar dari perempuan dusun Klajuran maka setiap perempuan mempunyai posisi yang strategis untuk mengetahui lalu lintas pola konsumsi keluarga. Ketika lalu lintas itu terbaca maka kontrol terhadap pola konsumsi dapat segara dilakukan. Bahkan dalam tingkatan partisipasi kebijakan yang telah disepakati umum. Wilayah ini dimanfaatkan sebesar besarnya oleh perempuan dusun klajuran untuk berpartisipasi dalam pembangunan dusun mereka. Pengelolaan sampah mandiri menjadi strategi perempuan dusun lewat program PKK untuk mengenalkan kesadaran konsumsi kebutuhan sehari hari yang ramah lingkungan kepada keluarga (30/06/08/pasc)

Kamis, 10 Juli 2008

Pawiwahan Ageng Kraton 1

Dua hari dua malam pada tanggal 8-9 mei 2008 Jogja tv secara total menyiarkan hajad dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam tajuk Pawiwahan Ageng pernikahan GRAj Nurkmanari Dewi dengan KRT Purboniningrat disiarkan secara LIVE di Jogja tv dengan narasumber .... Total bila dihitung dalam dua hari acara ini disiarkan hingga 10 jam.
Prosesi Pawiwahan Ageng dimulai pada hari pertama dengan Nyantri, Siraman, Tantingan, dan Midodareni. Hari kedua ijab Kabul, panggih, tampa kaya & Dhahar Klimah, dan Pahargyan. Di Yogyakarta Kraton masih mempunyai kuasa dan hati dimasyarakat. Jadi setiap dinamika kraton pastilah menjadi perhatian tiap warga.
Nyantri
Kamis (8/5). Pukul 09.17 calon pengantin putra yang didampingi KPH Wironegoro dan KRT Danukusumo tiba di Regol Magangan. Calon pengantin putra diiringi oleh keluarganya, termasuk Raden Didik Nugrahanto (kakak) dan Hj Handayati Djuwanto (ibunda).
Rombongan pengantin pria kemudian masuk ke kompleks kesatriyan untuk mulai menjalani prosesi nyantri. Pengantin pria yang mengenakan baju Atela putih dan kain Picis Purbonegoro ini duduk di Gedong Sri Katon, diterima oleh KGPH Hadiwinoto dan GBPH Prabukusumo
Menurut KRT Pujaningrat, prosesi nyantri bisa diartikan sebagai proses menjalani pingitan sebelum memasuki prosesi-prosesi berikutnya. “Di zaman dulu, pingitan untuk calon pengantin pria ini berlangsung selama 40 hari. Sekarang dipersingkat,” kata KRT Pujaningrat, Pengageng II Kawedanan Hageng Sri Wandawa Keraton Yogya ini.
Bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan bahwa perbedaan aturan ini disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Prosesi Siraman Putri
Menjelang siang sekitar pukul 11.00 pengantin putra dan putrid telah siap untuk siraman.
Sebelum acara siraman dimulai, pada pukul 09.00 petugas di Keputren mengambil berbagai perlengkapan siraman dan baju calon pengantin putri di Kraton Kilen (rumah Sri Sultan Hamengku Buwono X) . Setelah selesai pada pukul 09.45 GKR Hemas, GRAj Nurkmanari Dewi, GRAj Nur Abra Juwita dan GRAj Wijareni bersama rombongan menuju Keputren.
GKR Hemas mengenakan kebaya brokat warna jingga. Sedang calon mempelai putri mengenakan kebaya hijau muda. Di Keputren, rombongan disambut GKR Pembayun untuk beristirahat dan mempersiapkan uba rampe acara siraman. Setelah selesai dan lengkap acara siraman pada pukul 10.00 WIB dimulai. Upacara siraman dilakukan oleh 9 orang putri yang bertugas.
Siraman pertama kali dilakukan oleh GKR Hemas dengan menyiramkan air dibagian rambut bagian calon mempelai dan bagian pundak. Setelah itu calon pengantin membasuh muka dari air yang diberikan oleh GKR Hemas. Urutan kedua adalah calon besan Hj Hadayati dilanjutkan Ibu Utaryo. Urutan keempat GBRAy Moerdokusumo, GBRAy Rio Kusumo, BRAy Benewo, BRAy Darmo Kusumo, Ny Monik Sudjatmoko dan terakhir Ibu Hj Kamaludiningrat. Upacara siraman berlangsung lebih kurang 20 menit.
Seusai siraman, GKR Hemas bersama Hj Handayati dan rombongan menuju Kagungan Dalem Kesatriyan untuk melakukan siraman kepada calon mempelai putra KRT Purbodiningrat.
Prosesi Siraman Putra
Pukul 10,30 calon pengantin pria mulai menjalani prosesi Siraman. Ritual ini dimulai dari kedatangan GKR Hemas dan rombongan yang akan memimpin prosesi siraman. GKR Hemas dan rombongan tiba di kompleks Kesatriyan pada pukul 10.30.
Sepuluh menit kemudian, pukul 10.40, calon pengantin pria mulai masuk ke Gedong Kompa untuk menjalani prosesi siraman. Dibantu KGPH Hadiwinoto, calon pengantin pria mengganti pakaian Atela putih dan kain Picis Purbonegoro dengan kain putih. Calon pengantin pria kemudian duduk di atas bangku warna hijau, siap menjalani ritual siraman.
Ritual siraman diawali oleh GKR Hemas. Gayung demi gayung GKR Hemas menyiramkan air bunga ke tubuh calon menantunya itu. Setelah GKR Hemas disusul Hj Handayati Djuwanto (ibunda kandung calon pengantin pria). Kemudian secara berturut-turut ikut menyiramkan air ke tubuh calon pengantin pria adalah Hj Monik Sri Widiyatni (besan Sultan), GBRAy Murdo Kusumo, GBRAy Riyo Kusumo, GBRAy Darmokusumo dan Ny KRT Kamaludiningrat sebagai penutup.
Setelah menyiramkan air bunga, Ny KRT Kamaludiningrat mengucurkan air dari dalam kendi untuk dipakai wudlu oleh calon pengantin pria. Kemudian, kendi yang sudah kosong itu diserahkan kepada GKR Hemas yang kemudian menjatuhkannya ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Tepat pukul 11.00 seluruh rangkaian prosesi siraman berakhir.
Usai menjalani ritual siraman, calon mempelai pria praktis tidak ada aktivitas. Calon mempelai pria baru akan menjalani prosesi lagi pada pukul 21.00 berupa acara Midodareni.
Prosesi Kerik dan Tantingan
Seusai menjalani prosesi siraman, GRAj Nurkmanari Dewi melakukan kerik rambut. Kerik mempunyai sebagai awal mula diriasnya calon pengantin oleh perias. Prosesi di rambut bagian depan dilakukan pertama kali oleh GKR Ratu Hemas, GBRAy Moerdokusumo serta sejumlah gusti dan bandara yang bertugas yang diawasi langsung perias Ibu Lies Adang mulai pukul 12.00 – 14.00 WIB.
Prosesi kerik yang dilanjutkan dengan rias di Bangsal Sekar Kedhaton. Saat prosesi kerik disaksikan sejumlah kerabat/darah dalem serta sejumlah tamu undangan khusus putri.
Usai menjalani kerik, calon pengantin putri dan kerabat yang bertugas di keputren maupun di tempat calon pengantin pria di gedhong Kesatriyan beristirahat hingga sore hari, Pada malam harinya calon pengantin putri akan menjalani prosesi tantingan di Tratag Bangsal Proboyekso.
Dalam acara tantingan yang akan dihadiri oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas serta anggota keluarga dan kerabat lainnya, Sultan akan menanyakan sekali lagi, kepada calon pengantin putrid apakah sudah siap dan mantap untuk dinikahkan dengan KRT Purbodiningrat.
Calon pengantin akan menyatakan siap dan sanggup untuk dinikahkan. Setelah itu Sultan akan memerintahkan kepada petugas KUA Kecamatan Kraton untuk menyelesaikan urusan administrasi. Setelah itu Sultan memerintahkan penghulu kraton untuk memanjatkan doa bersama.

Rabu, 09 Juli 2008

Smart Entertainment Tamu Kabare


Program kerjasama Kabare magazine dan jogja Tv ini telah tayang 65 episode. Berbagai kendala dan pembaharuan konsep terjadi dari yang sekedar menampilkan dua tokoh masyarakat jogja hingga beberapa segmen menarik lain. Tamu Kabare masih memegang konsep talkshow smartainment dengan wacana jogja sebagai pusat pembicaraannya. Dipandu oleh host Indro kimpling Suseno, seorang enterpreuner sejati yang membanting tulang mengangkat jogja di kiprah internasional.
Suasana bincang bincang santai laiknya ngobrol di Cafe membuat program ini didatangi oleh semua kalangan. Selain menarik juga mempertemukan banyak komunitas. Siapapun boleh masuk, ikut dan menyimak. Lokasi nya juga pindah pindah selain di hotel juga resto dan bar.
Beberapa narasumber tak luput dari incaran tim kreatif Tamu Kabare, mulai dari pakar telematika Roy suryo, seniman pantomime jemek supardi, putri raja jogja GKR Pembayun, wiranto hingga penyanyi campur sari. Tokoh-tokoh ini diajak aja ngobrol soal diri dan aktivitasnya dan yang paling penting apa kontribusi terhadap perkembangan yogyakarta.
Selain menampilkan wajah dan tokoh jogja Tamu Kabare juga mencoba mengakomodasi beberapa pihak yang secara konkret berbuat untuk jogja dengan cara menampilkan karya inovasi dan idenya. Masuk dalam segmen Unik & Inspiratif, mereka tidak sekedar menampilkan ide ide gila dan berbagai aktivitas yang bermanfaat tetapi juga menginspirasikan banyak pihak. Pernah Tamu kabare mengajak dosen dari MIPA UGM untuk mempresentasikan karya inovatif genset dari aki selain ringan, juga tanpa pulutan serta menjadi solusi dari permasalahan ketika listrik mati. Mahasiswa KKN UGM tak mau kalah mereka ditarik karena berhasil menemukan resep mengolah limbah ampas tahu menjadi makanan ringan. secara personal mahasiswa STTNAS juga membawa alat pengamanan rumah dengan HP dan kelompok ekstrakurikuler robotika dari SMP N5. Terakhir semua audiens Tamu Kabare dibuat terperangah dengan keberhasilan Sjamjah warga nganggring Turi yang berhasil menyelamatkan berhektar lahan lereng merapi dari pembukaan lahan dan keberhasilan perempuan Klajuran godean sleman dalam memilah dan mengolah sampah rumah tangga.